Grebeg Ageng: Tradisi Sakral di Kesultanan Kanoman Cirebon.
Grebeg Ageng adalah tradisi nyekar atau berziarah ke Astana Gunung Sembung, kompleks makam Sunan Gunung Jati, yang telah berlangsung sejak beberapa abad lalu. Tradisi ini merupakan bagian dari warisan budaya dan spiritual Kesultanan Kanoman, yang tidak hanya mencerminkan penghormatan terhadap leluhur tetapi juga menjadi momen untuk mempererat silaturahmi antara sultan, kerabat keraton, dan masyarakat.
Makna dan Prosesi Grebeg Ageng.
Sebagaimana prosesi Grebeg Syawal, Grebeg Ageng memiliki makna mendalam berupa "pengakuan" terhadap silsilah para leluhur dan "perhelatan" doa untuk raja-raja yang telah wafat. Dalam tradisi ini, Gusti Sultan atau Patih beserta keluarga dan kerabat keraton melaksanakan shalat Idul Adha. Sebelum melaksanakan shalat, Sultan atau Patih mengenakan jubah emas kebesaran sebagai simbol keprabon atau kepemimpinan, kemudian menuju Masjid Dog Jumeneng (Masjid Sang Saka Ratu) untuk melaksanakan shalat Idul Adha. Setelahnya, dilakukan tradisi sungkeman di masjid tersebut, dilanjutkan dengan nyekar atau ziarah ke makam leluhur dengan tahlil, dzikir, dan doa.
Tahapan Prosesi Grebeg Ageng.
Prosesi dimulai pukul 05.30 WIB dengan berkumpulnya keluarga dan kerabat Kesultanan Kanoman di Pendopo Jinem. Rombongan kemudian berangkat menuju Astana Gunung Sembung dan tiba sekitar pukul 06.00 WIB. Setibanya di lokasi, Sultan atau Patih memasuki Kori (pintu) Gapura, yakni pintu pertama di dekat alun-alun, kemudian menuju kompleks makam Pangeran Raja Adipati Kaprabon untuk berganti busana dengan Jubah Emas Keprabon. Setelah itu, rombongan melanjutkan perjalanan ke Masjid Dog Jumeneng untuk shalat Idul Adha bersama keluarga besar keraton, abdi dalem, penghulu, dan masyarakat umum.
Usai shalat, Sultan atau Patih bersama keluarga melakukan sungkeman dengan masyarakat dan abdi dalem. Rombongan kemudian memasuki sembilan pintu utama menuju ruangan inti pesarean Sunan Gunung Jati yang berada di puncak bukit Gunung Sembung. Nama-nama pintu tersebut adalah Pasujudan, Ratna Komala, Jinem, Rararoga, Kaca, Bacem, hingga pintu kesembilan, yaitu Teratai.
Di Gedung Jinem, Sultan dan keluarga melakukan tahlil, dzikir, dan doa di makam Sunan Gunung Jati (Syekh Syarif Hidayatullah) yang berdampingan dengan makam ibundanya, Ratu Mas Rarasantang, serta makam leluhur lainnya seperti Pangeran Cakrabuana, Fatahillah, Pangeran Pasarean, dan tokoh-tokoh Cirebon lainnya.
Ziarah ke Makam Leluhur.
Ziarah dilanjutkan ke makam Panembahan Ratu I (cicit Kanjeng Sunan), Ratu Lampok Angroros, serta makam para pembesar Cirebon seperti Pangeran Wirasuta Gebang, Adipati Keling, dan Putri Ong Tien Nio. Rombongan juga mengunjungi beberapa gedong makam seperti Gedong Makam Nyai Rara Kerta, Pangeran Purbaya, Sultan Badridin, hingga Sultan Nurus (Sultan Kanoman X). Setelahnya, Sultan dan keluarga beristirahat sejenak di Balai Laras atau Lunjuk sebelum melanjutkan tradisi berikutnya.
Tradisi Surak dan Pemotongan Kurban.
Sultan dan keluarga kembali ke Pesanggrahan Kanoman untuk mencicipi hidangan yang telah disediakan. Kemudian, secara simbolis, Sultan melakukan tradisi surak atau sawer, yakni membagikan uang koin kepada masyarakat sebagai wujud rasa syukur. Prosesi ritual diakhiri dengan doa di Lawang Pasujudan sebelum rombongan kembali ke Keraton Kanoman.
Di tempat lain, kerabat keraton yang tidak mengikuti prosesi ziarah melakukan pemotongan hewan kurban di keraton. Tradisi ini sebagai bentuk penghormatan terhadap kisah Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Selain itu, pada tanggal 8-9 Dzulhijjah, Sultan dan keluarga menjalani puasa Arafah sebagai bentuk kecintaan terhadap sunnah Rasulullah dan penghormatan kepada jamaah haji di Tanah Suci.
Makna Spiritual dan Budaya Grebeg Ageng.
Grebeg Ageng adalah wujud syukur kepada Allah SWT atas kesempatan melaksanakan shalat Idul Adha dan ziarah. Tradisi ini juga menjadi momen mempererat ukhuwah Islamiyah antara Sultan dan masyarakat luas. Dengan ragam ritual dan simboliknya, Grebeg Ageng tidak hanya mengekspresikan khazanah budaya Cirebon tetapi juga memperkaya spirit kebersamaan masyarakat Indonesia secara luas.