Tradisi Tawurji dan Ngapem: Ritual Sakral di Rebo Wekasan Keraton Kanoman Cirebon.
Keraton Kanoman Cirebon memiliki warisan budaya yang kaya, salah satunya adalah tradisi Tawurji dan Ngapem. Tradisi ini merupakan bagian dari ritual yang diselenggarakan setiap hari Rabu terakhir di bulan Safar, yang dikenal sebagai Rebo Wekasan. Dalam kalender Aboge, hari ini disebut Par-Lu-Ji dan diyakini sebagai momen kekeramatan dengan turunnya ribuan musibah atau bala. Ritual ini mencerminkan perpaduan nilai budaya lokal dengan ajaran Islam yang diwariskan sejak era Wali Songo.
Makna dan Sejarah Tradisi Tawurji dan Ngapem.
Tradisi Tawurji dan Ngapem memiliki akar sejarah yang erat kaitannya dengan misi dakwah Islam oleh para wali, termasuk Sunan Gunung Jati. Tawurji berasal dari kata "tawur," yang berarti melempar uang koin, dan "aji," yang merujuk pada Tuan Haji atau orang yang mampu. Dalam praktiknya, Tawurji adalah shodaqoh berupa uang koin yang dibagikan secara massal kepada masyarakat, terutama warga sekitar Keraton Kanoman dan abdi dalem.
Ngapem, di sisi lain, adalah bentuk shodaqoh berupa makanan tradisional apem, yang terbuat dari tepung beras dan gula merah. Apem melambangkan doa dan harapan agar umat terhindar dari segala bentuk mara bahaya. Filosofi ini mencerminkan nilai kebersamaan dan kepedulian sosial yang diajarkan dalam Islam.
Menurut cerita yang berkembang, tradisi Tawurji bermula dari perlindungan Sunan Gunung Jati terhadap murid-murid Syekh Lemah Abang yang dianggap sesat dan terlunta-lunta. Sunan Gunung Jati memberikan uang koin kepada mereka sebagai bekal untuk bertahan hidup. Peristiwa ini bertepatan dengan Rebo Wekasan, yang kemudian diabadikan sebagai ritual sakral di Keraton Kanoman Cirebon.
Pelaksanaan Ritual Tawurji dan Ngapem.
Setiap Rebo Wekasan, Keraton Kanoman Cirebon menjadi pusat kegiatan ritual Tawurji dan Ngapem. Tradisi ini diawali dengan doa bersama di Bangsal Paseban, tempat sakral dalam keraton, untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT. Doa ini juga disertai tawasul kepada para wali dan leluhur raja-raja Cirebon, sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur.
Setelah prosesi doa, uang koin untuk Tawurji dibagikan kepada masyarakat. Masyarakat, baik dari dalam maupun luar Keraton Kanoman, berkumpul untuk menerima shodaqoh ini sebagai simbol keberkahan. Sementara itu, apem yang telah disiapkan dibagikan kepada warga sebagai bagian dari tradisi Ngapem. Ritual ini diakhiri dengan suasana kebersamaan yang penuh dengan nilai-nilai spiritual dan sosial.
Nilai Filosofis dalam Tradisi Tawurji dan Ngapem.
Tradisi Tawurji dan Ngapem tidak hanya sekadar ritual adat, tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis yang dalam. Shodaqoh dalam bentuk uang koin dan apem mencerminkan sikap saling berbagi dan peduli terhadap sesama. Tradisi ini juga mengajarkan pentingnya menjaga hubungan dengan Allah SWT dan menghormati leluhur, sesuai dengan ajaran Islam yang menjadi landasan ritual ini.
Selain itu, pelaksanaan tradisi ini menjadi sarana untuk mempererat hubungan antara keluarga Keraton Kanoman dengan masyarakat sekitar. Tradisi ini juga menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas sosial dan menjaga harmoni dalam komunitas.
Pelestarian Tradisi Tawurji dan Ngapem.
Sebagai bagian dari warisan budaya Cirebon, tradisi Tawurji dan Ngapem perlu dijaga dan dilestarikan. Peran aktif masyarakat dan pemerintah sangat penting untuk memastikan keberlangsungan tradisi ini. Selain itu, pelestarian tradisi ini juga dapat mendukung pengembangan pariwisata budaya di Cirebon, menarik wisatawan untuk mengenal lebih dekat sejarah dan budaya lokal.
Melalui tradisi Tawurji dan Ngapem, Keraton Kanoman Cirebon tidak hanya mempertahankan warisan budaya, tetapi juga menyampaikan pesan moral dan spiritual kepada generasi penerus. Dengan menjaga tradisi ini, nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya akan terus hidup dan menjadi bagian dari identitas budaya Cirebon yang kaya.