Keraton Kanoman Cirebon

Pembacaan Babad Cirebon

Pembacaan Babad Cirebon

Pembacaan Babad Cirebon: Tradisi 1 Sura (Muharam) di Keraton Kanoman.

Tradisi Bersejarah di Keraton Kanoman.

Tradisi pembacaan Babad Cirebon atau dikenal dengan istilah Maca Babad Cerbon adalah ritual tahunan yang dilakukan di Keraton Kanoman, Cirebon. Tradisi ini melibatkan pembacaan naskah kuno yang berisi sejarah berdirinya Cirebon. Tokoh-tokoh utama dalam babad ini antara lain Pangeran Walangsungsang, Ratu Rarasantang, Nyimas Endang Geulis, Ki Danusela, Syekh Nurjati, hingga Sunan Gunung Jati.

Pembacaan Babad Cirebon dilakukan setiap tanggal 1 Sura atau 1 Muharam menurut hitungan Kalender Aboge khas Cirebon. Kalender ini memiliki perhitungan khusus dan seringkali berbeda satu atau beberapa hari dibandingkan dengan kalender Masehi maupun Hijriah.

Prosesi Sebelum Pembacaan Babad.

Tradisi dimulai dengan doa tahlil dan tawassul di Bangsal Witana pada sore hari, usai salat Ashar. Menurut Ratu Dalem Hj. Sri Mulya, prosesi ini juga menjadi momen peringatan haul wafatnya Pangeran Cakrabuana, yang meninggal tepat pada tanggal 1 Sura 1450 Saka atau 1529 Masehi.

Setelah prosesi haul, acara utama dimulai pada malam harinya, pukul 20.00 (ba’da Isya). Acara diawali dengan:
  1. Pembukaan dan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh qari atau qari’ah.
  2. Sambutan resmi dari perwakilan Keraton Kanoman dan pejabat pemerintah, seperti wali kota atau gubernur.

Acara Inti: Pembacaan Babad Cerbon.

Setelah sambutan, acara dilanjutkan dengan pembacaan Babad Cerbon, yang dipimpin oleh Pangeran Komisi. Sebelum pembacaan dimulai, Pangeran Komisi terlebih dahulu menghadap Sultan untuk meminta izin melalui ritual sembah bakti.

Setelah izin diberikan, penghulu Keraton Kanoman memanjatkan doa tawassul, yang mencakup:
  1. Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya (Abu Bakar, Umar, Usman, Ali, dll.).
  2. Para wali besar seperti Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, Syekh Ma’ruf Al-Karkhi, hingga Imam Ja’far Shadiq.
  3. Para tokoh pendiri Cirebon, seperti Pangeran Cakrabuana, Syekh Quro, Nyimas Syarifah Mudaim, hingga Sunan Gunung Jati.
  4. Raja-raja Keraton Kanoman dan keluarga dalem yang telah wafat.

Pembacaan Babad dalam Bahasa Cirebon Kuno.

Naskah yang dibacakan merupakan salinan naskah asli dalam bahasa Cirebon lama, yang telah melalui proses alih aksara. Naskah aslinya, yang kemungkinan beraksara Cacarakan, disalin menggunakan aksara Arab Pegon pada masa pemerintahan Sultan Zulkarnaen (1873–1934). Salinan tersebut kemudian diterjemahkan ke aksara Latin tanpa mengubah bahasa aslinya.

Karena waktu yang terbatas, pembacaan babad hanya berupa ringkasan inti cerita. Hal ini dilakukan agar tetap relevan dengan budaya mendengar masa kini yang berbeda dibandingkan masa lalu.

Makna Sultonil Auliya dalam Tradisi Cirebon.

Dalam tradisi tawassul, Sunan Gunung Jati disebut sebagai Sultonil Auliya, yang bermakna "raja para wali" atau wali kutub pada zamannya. Gelar ini juga disandang oleh Syekh Abdul Qadir Al-Jilani, sehingga kedua sosok ini selalu disebut berdampingan dalam doa tawassul.

Tradisi pembacaan Babad Cirebon adalah warisan budaya yang menghubungkan sejarah Cirebon dengan generasi masa kini. Dengan tetap mematuhi kaidah tradisional dan nilai-nilai lokal, ritual ini menjadi pengingat pentingnya menjaga identitas sejarah dan budaya Cirebon.
Previous Post Next Post